Arnstein ( 1969
) dalam fagence ( 1977 : 122 – 125 )
membagi tipologi atau penggolongan
partisipasi masyarakat dalam 8 tingkatan atau jenjang partisipasi masyarakat.
Kedelapan tingkatan tersebut kemudian dikelompokkan menjadi 3 tipe partisipasi
yaitu: 1). Tidak ikut serta, 2). Tingkat penghargaan atau formalitas ( Derajat
penghargaan ) dan 3). Tingkat kekuatan masyarakat ( Derajat kekuasaan
masyarakat).
Dari
penggolongan tersebut, pertama mengungkapkan
pemerintah samasekali tidak peduli untuk menyelesaikan persoalan yang timbul
dalam masyarakat.Masyarakat dan pemerintah menjadi lembaga yang saling terpisah
dan berjalan sendiri-sendiri untuk membuat perencanaan berikut implementasinya.
kedua menunjukkan tidak adanya partisipasi karena
pemerintah menolak setiap usulan dari masyarakat, pemerintah sering memberikan
alasan tak masuk akal atas tindakan yang diambilnya untuk menutupi motivasi
sesungguhnya. ketiga memperlihatkan arus
informasi satu arah dari pemerintah kepada masyarakat. Hak tanggung jawab dan
prefernsi masyarakat diabaikan sehingga sering menghasilkan hasil pembangunan
yang kontroversial. keempat diplomasi
digunakan sebagai alat untuk memanipulasi masyarakat, dengan alasan kurang
peduli, tidak memiliki sumber keuangan dan tidak berkompoten pemerintah sulit
mengharapkan masyarakat mampu merealisasikan kebutuhan pembangunan. Forum
konsultasi public hearing dan kunjungan lapangan sering dimanfaatkan
pemerintahuntuk mengumpulkan opini masyarakat tentang suatu proyek meskipun
kenyataan jaminan tersebut tidak ada proyek yang turun. Anak tangga kelima berwujud kepura-puraan (dissimulation)
pemerintah dalam menerapkan metode partisipasi. Alih-alih turut mengambil
keputusan, masyarakat ditempatkan sebagai komite atau dewan penasehat pemerintah. Hal ini
ditujukan untuk memperoleh dukungan masyarakat, meski pemerintah sesungguhnya sudah
mulai meninggalkan mereka. Anak tangga kedua
adalah menjelaskan bahwa diantara unsur masyarakat, pemerintah dan perencana bersepakat
untuk berbagi tanggungjawab didalam perencanaan dan pengambilan keputusan
pembangunan. Badan kerjasama dibentuk untuk memecahkan persoalan dan konflik
yang mungkin timbul dari masing-masing petaruh. Anak tangga pertama
pemberdayaan adalah hirarki tertinggi partisipasi masyarakat yang memberikan
angota-anggotanya kekuasaan mayoritas terhadap badan pengambilan keputusan
formal, misalnlya leluasa mengusulkan perbaikan-perbaikan yang dikehendaki
bahkan mengendalikan arah dan hasil pembangunan.